Minggu, 02 Maret 2014

Jangan Naik Bus jika Belum Pernah! Gue korbannya.

Cerpen

Gemerlap lampu-lampu hias ini sungguh mempesona. Udara dingin khas Eropa yang begitu menusuk tulang pun tak mampu jadi penghalang. Semangatku membara. Malam tahun baruku di Paris, di depan Menara Eiffel haruslah berkesan.

Kupegang erat terompet dan kamera pun telah siap. Tak kupedulikan lagi sekitar, hanya fokus pada diri sendiri, menghitung mundur detik demi detik menjelang awal tahun. Sampai tiba lah waktunya.

"Teeet...teeet....teeet....." bunyi terompet mulai terdengar dan semakin meriah.

Awal tahun telah datang. Segera kuberdoa untuk kesehatan dan kesuksesanku di tahun yang baru ini. Kulihat jam handphone untuk memastikan, anehnya justru menunjukkan pukul 6.00. Kucoba melihat sekitar, entah mengapa matahari terlihat muncul tepat di belakang menara Eiffel.

"Well, sepertinya Paris merayakan awal tahun barunya setiap jam 6.00 pagi. Keren juga. It's Okay! No Problemo!" gumamku.

Aku berkeliling mengitari menara Eiffel. Aku sangat bahagia bisa merayakannya disini. Aku bisa berbangga hati bila nanti kuceritakan kisah ini kepada teman-teman pabrik di Bandung. Mereka pasti iri, aku yakin itu.

"Bruuk..." ada benda jatuh tepat di kepalaku. Sakit sekali.

Kupegang benda itu. Kucoba membuka mata sekuat tenaga. Kutatapnya dengan teliti. Dan kubaca dalam hati.

"Operation Manual TBA 22 TetraPak Filling Machine"

"OMG, kenapa buku setan ini ada di Paris????? Apa-apan sih ini????" 

Kucoba memalingkan muka dan kudapati diri ini tengah berbaring di kasur kamarku yang lusuh.

"Kampret, gue kesiangan!!!"

Kulihat jam handphone yang tengah menunjukkan pukul 06.30.

Segera ku menuju kamar mandi dan mencuci muka.

"Gak perlu mandi lah kalau begitu." pikirku.

....................................

Kuambil kunci motor dan memanaskan motor kesayanganku. Namun celakanya, motorku ini tak jua hidup.

"Ah gila, gue lupa ini motor abis bensin semalem." hardikku dalam hati.

Tak banyak berpikir, langsung saja kutinggalkan motor dan mengunci kamar kosku.

"Naik bus aja kali ya. Cobain deh sekali-kali. Biar telatnya sekalian. Mampus-mampus deh gue!"

.......................................

Kulihat jalan raya Cimahi telah padat seperti biasanya. Mobil, motor, dan angkutan umum seakan tiada berujung. Entah apabila aku telah naik bus nanti, akan sampai pabrik jam berapa, pikirku.

"Bro, kalo lo mau naek umum ke pabrik. Lo naek bus aja. Lebih cepet. Gak kaya angkot yang kebanyakan ngetem. Ongkosnya murah pula. Lo tau sendiri kan, bus ongkosnya jauh dekat dua rebu."

Pesan sahabatku inilah yang meyakinkanku naik bus ketika sewaktu-waktu membutuhkan. Dan benar saja, kulihat ada beberapa bus yang lalu-lalang di depanku.

"Wah, naek bus gampang kayanya, gak perlu nunggu lama. Gak sampe 5 menit sekali lewat. Naek ah gue kalo bus nya agak kosong, biar gak perlu berdiri segala, ditambah nyium-nyium bau ketiak orang. Cape deh di bus harus berdiri. Lumayan jauh bro!"

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Bus idamanku terlihat muncul dari kejauhan. Tak tampak kepadatan manusia di dalamnya. Tak tampak pula cat dan bentuk yang memprihatinkan selayaknya bus kota pada umumnya. Bus ini terlihat bersih dan terawat. Segera kulambaikan tanganku untuk memberhentikannya.

"Bismillah. Ini adalah pertama kalinya ku naik bus kota. Mudah-mudahan dijauhkan dari segala bahaya dan selamat sampai tujuan. Amin." kuucapkan doa ini ketika melangkahkan kaki menaiki anak tangga bus idamanku ini.

Kulihat seisi bus dengan seksama, sungguh tampak eksklusif dan rapi. Meskipun tidak ber-AC, namun suasanya hening. Penumpangnya pun menggunakan pakaian yang seragam, terlihat gagah dan rupawan. Segera saja kupilih kursi persis di belakang supir sebelum mereka menyadari penampilanku.

Kulihat lagi diri ini dari bawah ke atas. Sepatu hitamku terlihat kotor, meskipun celana hitam bahanku masih tampak rapi. Kaos belel yang aku kenakan dari kemarin masih mampu tertutupi dengan jaket organisasi kampus kebanggaanku. Apabila aku mandi terlebih dahulu dan mempersiapkan semuanya, aku yakin tidak akan sejelek ini, yakinku dalam hati.

10 menit sudah bus ini melaju kencang tanpa mengangkut satupun penumpang tambahan setelah diriku. Aku pikir, bodoh sekali mereka ini lebih memilih berdesak-desakkan di bus kota yang jelek dan bau dibandingkan dengan bus ini yang tampak hening dan rapi. Percobaanku naik bus kota untuk yang pertama kalinya ini berjalan sukses.

Entah mulai kapan, suasana hening yang kurasakan semenjak awal mulai pecah sedikit demi sedikit.

Kudengar beberapa orang di belakang berbisik-bisik memperbincangkan sesuatu.

"Liat deh, ada orang lain salah naik bus. Si supir kenapa ngizinin ya. Siapa tau dia itu penjahat."

"Eh, itu siapa sih? Bajunya lusuh, kayak bukan orang kita."

"Orang baru kali ya? Tapi masa iya belum pake seragam?"

Pada awalnya, aku tak terlalu menghiraukan suara-suara sumbang di belakang yang mengganggu kenyamanan ku dalam menaiki bus untuk yang pertama kali. Namun, setelah kupahami, tampaknya mereka membicarakan satu orang, dan aku tak tahu siapa dia.

Orang salah naik bus, bajunya lusuh, orang baru, penjahat adalah kata-kata kunci yang mulai berputar-putar di kepala. Kucoba menerka siapa orang yang dimaksud mereka. Kucoba menoleh ke belakang dan anehnya mereka langsung serempak diam tak berkata. Segera kupalingkan lagi mukaku ke depan.

"Shit, kayanya gue yang mereka maksud."

"Masa iya sih gue salah naek bus?"

"Gila aja tampang kaya gue dikira penjahat."

"Baju gue gak lusuh-lusuh amat padahal."

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mulai menghantui meminta penjelasan. Kucoba beranikan diri untuk bertanya kepada supir.

"Punten Pak. Ini bus apa ya? Apa saya salah naik?"

"Oh, bapak bukan karyawan sini ya?" balik tanya supir mencoba memastikan.

"Aih, ini bus karyawan ya pak? Kok ga kelihatan tulisannya?"

"Ada kok pak di samping kanan-kiri bus." jawab supir menjelaskan.

"Pak, saya mau turun disini aja, bisa pak?"

"Oh bisa, emang tujuannya kemana,Pak?"

"Oh, ke tempat saudara Pak. Saya baru pertama ke Bandung. Jadi kurang paham."

Segera kusodorkan uang 10 ribu rupiah ke tangan kiri pak supir seketika bus telah berhenti. Tak ada satupun kata yang mampu keluar dari bibirku. Aku lemas. Aku malu.

...............................The END......................

Cerpen by trickk (2014)
Genre : comedy

Rezeki Tambahan

"Rezeki tambahan" Namanya juga pedagang, mendapati pembeli yang menjual kembali barang yang sudah dibeli rasanya biasa. Dan saya ...