Minggu, 12 Februari 2012

The Power of Giving - Sedekah

Semenjak kecil, gw dibiasakan oleh Ayah untuk berinfaq Jum'at di Masjid. Jadi, yang diajarkan oleh beliau adalah dengan memberikan uang beliau ke gw untuk memasukkannya ke kotak Masjid, jadi beliau selalu enggan untuk beramal langsung, selalu saja uangnya diberikan ke gw untuk memasukkannya di kotak amal. Begitulah pengalaman kecil gw tentang memberi. Tidak terlalu banyak memang.

Sebenarnya Ayah gw bukanlah tipikal yang gemar bersedekah, tetapi hal-hal kecil seperti yang gw ceritakan sebelumnya cukup memberikan gw pembiasaan yang berharga tentang memberi. Mungkin dikarenakan kondisi keuangan keluarga gw dahulu yang tergolong kurang, membuat masa kecil gw jauhlah dari kata 'memberi'. Justru gw lebih senang berharap pertolongan orang lain, seperti bantuan teman-teman gw. Gw tergolong jarang berbagi atau memberikan barang-barang gw ke orang lain, setidaknya sampai gw akhirnya kuliah dan hidup mandiri di Bandung. Karena di masa kuliah inilah, akhirnya gw tersadar betapa mulia dan bahagianya bisa berbagi kebahagiaan dengan siapapun.

Sedekah merupakan penolak bala, penyubur pahala, dan melipatgandakan rezeki; bagai sebutir benih yang ditanam akan menghasilkan tujuh cabang, yang pada tiap-tiap cabang itu terjurai seratus biji. Dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَٱللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَآءُ وَٱللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” (Al Baqarah: 261).

Selain itu seorang hamba akan mencapai hakikat kebaikan dengan sedekah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لَنْ تَنَالُواْ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُواْ مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali Imran: 92)

Kejadiannya begini, jujur saja, di awal-awal kuliah gw termasuk yang kurang bersedekah. Mungkin bisa dibilang pelit kali ya. Masalahnya, kalau bicara sedekah menggunakan hitung-hitungan matematika, pastilah akan sulit untuk mendapat rasio jumlah anggaran gw yang dialokasikan untuk sedekah. Kalau menurut hitung-hitungan matematika jaman jahiliyah gw dulu tuh gini; gw dapet uang dari beasiswa sebesar 750rb, dapet dari kakak sebesar 200rb, jadi total gw dapet 950rb perbulan. Pembayaran sewa kos sebesar 350rb, artinya gw masih punya uang 600rb perbulan yang gw alokasikan untuk biaya hidup gw. Dan kalaupun sisa, itu akan gw tabung di bank. Sungguh sangat standar sekali.

Apabila gw pulang ke rumah orang tua gw di bekasi di awal bulan, gw selalu berharap kakak gw ngga "lupa". Ya meskipun secara langsung gw ngga meminta, tetapi di dalam hati gw sangat berharap,hehe.

Begitulah kira-kira pola pikir keuangan gw, padahal kalau bicara sedekah tentulah ngga bisa dipikir secara matematika manusia, sampai kejadian-kejadian yang mampu membuat gw hancur di bulan-bulan akhir 2010. Gw diberi kado sepatu oleh kakak gw yang kalau dirupiahkan sekitar 400rb sebagai hadiah ulang tahun gw di bulan September 2010. Seminggu kemudian gw pakai sepatu ini ke ITB dalam rangka menemani teman-teman sekelas gw yang lagi ikut kontes robot disana. Tanpa punya firasat apapun, gw break sholat dzuhur di Masjid Salman ITB. Sepatu gw taruh saja di tangga menuju pelataran masjid. Gw pun sholat. Yap, seperti yang mungkin sobat duga, sepatu gw raib entah kemana. Gw ikhlas saat itu,hiks.

Gw telpon kakak gw saat itu juga untuk meminta maaf karena ngga bisa merawat sepatu pemberiannya yang masih seminggu usianya, tetapi dengan gampangnya dia bilang akan beliin gw sepatu lagi dalam waktu dekat. Makin bersalah lah gw.

Ngga cukup sampai disitu, bala bencana kembali datang 3 bulan berikutnya, kali ini yang paling membuat gw hancur. Seperti yang gw tulis di artikel sebelumnya, gw tertipu 2,5 juta rupiah karena melakukan transaksi pembelian hp yang barangnya ga kunjung datang via online.

Barulah sederet kejadian tersebut membuat gw mulai berpikir. "Apa iya ini teguran Alloh buat gw? Gw sepertinya kurang bersyukur dan terlalu mencintai harta sehingga enggan untuk berbagi."

Akhirnya di tahun 2011, gw mulai bangkit dan berusaha untuk memperbaiki segala kelalaian gw selama ini. Gw mulai usaha jualan di tahun ini dan alhamdulillah lumayan. Gw juga meningkatkan amalan jum'at gw. Gw selalu teringat nasihat-nasihat tentang sedekah, "Lihat dompet kamu, Sedekahkan lah lembaran uang dengan nilai tertinggi." Artinya, jika gw melihat lembaran 100rb, maka "apeslah" gw,hehe.

Ustadz Yusuf Mansur selalu berpesan, cara awal untuk memulai bersedekah adalah langsung dipraktekkan saja. Pertama coba aja rutin keluarin 10rb di setiap jum'at. Kalau sudah terbiasa, naikan jadi 20rb, terus sampai jumlah yang tidak terhingga.

Analogi sedekah yang paling sederhana itu seperti kita ketika belajar sholat. Mungkin pertama-tama kita sholat karena disuruh oleh orangtua atau ngga ikhlas, tetapi lama-kelamaan karena sudah terbiasa membuat rohani kita merasa butuh dan kehilangan apabila kita meninggalkan waktu sholat meskipun tidak disuruh oleh orangtua. Begitu juga sama halnya dengan belajar bersedekah. Mungkin awalnya kita berat hati dan ngga ikhlas mengeluarkan uang yang kita cintai ini, tapi kalau sudah terbiasa, mungkin saja kita seperti ingin mengeluarkan saja semua harta yang kita punya, karena toh harta adalah titipan Alloh dan merupakan hak-Nya untuk mengatur rezeki kita, jadi ikhlas saja. Faktanya, orang yang sukses itu kebanyakan adalah orang yang dermawan. Mereka ngga pernah takut untuk miskin karena memberi. Justru mereka yakin bahwa dengan memberi, mereka akan mendapatkan lebih.

Di 2011 ini gw mulai membiasakan diri, melatih diri, mengikhlaskan diri untuk belajar bersedekah. Pada akhirnya gw ngga segan lagi memasukkan lembaran uang 50/100rb kedalam kotak amal jum'at. Gw juga udah rutin memberi orang tua di setiap bulannya, begitu juga dengan adik-adik gw.

Gw selalu merenung, andaikan saja umat Islam itu rajin bersedekah, pastilah ngga mungkin ada orang miskin dan meminta-minta di perempatan lampu merah ataupun para santri yang meminta sumbangan pembangunan masjid di jalan-jalan. Padahal jika mendengar kisah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang amat ringan tangan dalam bersedekah. Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu’anhu telah menginfakkan seluruh hartanya dalam suatu kesempatan, dan Umar Radhiallahu’anhu menginfakkan separoh hartanya, sedangkan Utsman Radhiallahu’anhu menyiapkan bekal seluruh pasukan al-‘usrah dan lain-lain sebagainya.

Berbicara sedekah otak kanan, pakar Ippho Santosa selalu berpesan bahwa jika ingin kaya, maka sedekah dulu, bukan kaya dulu baru sedekah. Jika ingin sembuh dari penyakit, sedekah dulu baru memohon dan berikhtiar demi kesembuhan, bukan sebaliknya. Mau punya hajat apapun itu, sedekah saja dulu, baru memohon dan berusaha. Lagi-lagi menurut beliau, sedekah itu ngga bisa dihitung-hitung menggunakan matematika manusia. Ungkapan "Take and give" atau "Ambil dan beri" juga perlu untuk dikoreksi oleh beliau menjadi "Give and Given" atau "Memberi dan Dilipatgandakan". Artinya jika kita sering memberi, otomatis Yang Maha Kuasa tidak segan untuk melipatgandakan. Ingat, rezeki itu tidak selalu berbentuk kekayaan. Kesehatan, jodoh, kelancaran bisnis, dan lain sebagainya dapat dikategorikan rezeki.

Setiap sholat jum'at, gw selalu sempatkan diri untuk mendengar perolehan amal jum'at minggu sebelumnya suatu masjid, si pembicara biasanya menyebutkan jumlahnya, misalnya 250rb. Dalam hati gw jelas pasrah. "Jika saja perolehannya 250rb dengan total jemaah berjumlah mencapai 200 orang bahkan lebih, artinya rata-rata setiap jemaah hanya ikhlas mengeluarkan 1000 rupiah." Padahal apabila seorang saja bersedekah 10rb, mungkin saja setiap jum'at perolehan amal masjid meningkat menjadi 2 juta rupiah.

Yah beginilah memang kenyataan umat Islam negara kita, untuk itu cobalah kita sama-sama intropeksi, "Sudahkah saya berbagi untuk sesama?". Mari kita sama-sama untuk belajar bersedekah, dengan keutamaan sedekah seperti di awal artikel ini, pastilah kita akan dijauhkan dari segala bala bencana, dilipatgandakan rezeki, dan membuat hidup kita menjadi lebih mulia. Mulailah dari diri sendiri, kemudian ajak teman-teman dan keluarga untuk lebih gemar berbagi.

Wallahu a'lam bis sowab.

3 komentar:

  1. subhanallah..semoga istiqomah,,kan net income bulanan ente ud lumayan tuh,,hehe

    BalasHapus
  2. Makasih mas, follow gw dong, hehe

    BalasHapus
  3. Mantap mas, shodaqoh emang g kn pernah bs dihitung dengan matematika... kita harus bershodaqoh dengan mental merdeka, bukan mental budak yg terpaksa atupun pedagang yg berharap mendapatkan keuntungan.... Uang memang bs membeli kebahagiaan....

    BalasHapus

Anda dapat memberikan saran dan kritik untuk pengembangan saya dan blog ini kedepan.

Rezeki Tambahan

"Rezeki tambahan" Namanya juga pedagang, mendapati pembeli yang menjual kembali barang yang sudah dibeli rasanya biasa. Dan saya ...