Instrumen
investasi yang saya pelajari pertama kali adalah
logam mulia (emas batangan dan dinar). Memiliki emas sangat cocok bagi
investor
pemula yang minim pengetahuan seperti saya saat itu. Emas cenderung
minim
resiko dan termasuk cukup mampu mengalahkan inflasi. Rata-rata kenaikan
per
tahunnya berkisar antara 10-15%.
Emas memang sangat difavoritkan oleh orang tua kita dahulu (disamping properti) karena harganya yang terus naik setiap tahun dan barangnya atau wujudnya bisa kita lihat dan kita pegang sendiri. Emas juga sangat likuid (mudah dicairkan) yang memungkinkan kita untuk menjual kembali atau menggadaikan emas kita kapan saja. Resiko dalam memiliki emas umumnya dikarenakan bentuk dan ukurannya yang kecil membuat kita harus benar-benar teliti dalam menyimpannya dari resiko kehilangan atau tercuri. Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan menitipkannya di Bank.
Emas memang sangat difavoritkan oleh orang tua kita dahulu (disamping properti) karena harganya yang terus naik setiap tahun dan barangnya atau wujudnya bisa kita lihat dan kita pegang sendiri. Emas juga sangat likuid (mudah dicairkan) yang memungkinkan kita untuk menjual kembali atau menggadaikan emas kita kapan saja. Resiko dalam memiliki emas umumnya dikarenakan bentuk dan ukurannya yang kecil membuat kita harus benar-benar teliti dalam menyimpannya dari resiko kehilangan atau tercuri. Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan menitipkannya di Bank.
Saya banyak membaca artikel dan buku-buku yang berhubungan
dengan investasi emas. Salah satu buku yang saya baca adalah buku karangan Endy
Kurniawan yang berjudul “Think Dinar”. Buku ini sangat bagus sebagai bacaan
awal untuk memulai menabung dan mengumpulkan uang dinar yang diyakini sebagai real money yang tahan terhadap inflasi
atau zero inflation. Pepatah yang
saya ingat di buku ini adalah bagaimana menjadi seorang muslim yang kaya saat
ini dan super kaya di masa depan hanya dengan berpikir secara dinar atau think dinar.
Pada awalnya, saya menganggap emas atau dinar adalah sebagai
produk investasi yang cenderung akan naik di masa depan. Namun kini saya lebih
memandang emas atau dinar tidak lebih dari hedging
atau melindungi kekayaan kita. Karena memang dinar atau emas sejatinya memiliki
nilai yang tetap sepanjang waktu, akan tetapi dikarenakan nilai mata uang lain
seperti rupiah yang cenderung menurun akibat inflasi maka nilai tukar emas
terhadap rupiah menjadi semakin tinggi.
Faktor kenaikan harga emas pun sangat bergantung pada
kondisi ekonomi dan politik global. Bahkan 1 keping dinar pertama yang saya
beli seharga 2.2 juta di tahun 2011 pernah merosot tajam hingga ke level 1,8 juta
di awal tahun 2013. Meskipun terlihat merugi apabila dikonversikan ke rupiah,
tetapi sesungguhnya tidak, karena tabungan saya tetaplah 1 dinar. Itulah yang
mendasari saya berpikiran bahwa emas atau dinar lebih cocok sebagai alat
pelindung nilai (asset) kita.
Saya memilih dinar sebagai keranjang investasi saya yang pertama dibandingkan emas batangan karena sifat dinar yang lebih praktis dan sederhana. Saya membelinya melalui agen dinarbandung.com yang berafiliasi langsung pada geraidinar.com.
Dinar dihitung berdasarkan jumlah koin 1 dinar yang kita punya. Hal ini tentu memudahkan kita apabila kita ingin menjual kembali, yakni dengan hanya melepas sejumlah koin dinar yang diinginkan. Bandingkan apabila kita memiliki emas batangan yang memiliki banyak varian berdasarkan berat. Belum lagi semakin kecil gram emas yang kita punya justru semakin mahal harganya. Emas dengan ukuran gram yang besar memang memiliki harga yang lebih murah namun sifat likuidnya (mudah dicairkan) menjadi semakin sulit. Belum lagi margin (selisih kurs jual beli) dinar cenderung tetap yakni 4%, bandingkan dengan emas batangan yang meskipun memiliki kurs buyback yang sama, namun karena harga belinya yang berbeda (berdasarkan ukuran gram) membuat selisihnya berbeda-beda. Hal-hal tersebut lah yang mendasari saya untuk memilih dinar dibandingkan emas batangan.
Saya memilih dinar sebagai keranjang investasi saya yang pertama dibandingkan emas batangan karena sifat dinar yang lebih praktis dan sederhana. Saya membelinya melalui agen dinarbandung.com yang berafiliasi langsung pada geraidinar.com.
Dinar dihitung berdasarkan jumlah koin 1 dinar yang kita punya. Hal ini tentu memudahkan kita apabila kita ingin menjual kembali, yakni dengan hanya melepas sejumlah koin dinar yang diinginkan. Bandingkan apabila kita memiliki emas batangan yang memiliki banyak varian berdasarkan berat. Belum lagi semakin kecil gram emas yang kita punya justru semakin mahal harganya. Emas dengan ukuran gram yang besar memang memiliki harga yang lebih murah namun sifat likuidnya (mudah dicairkan) menjadi semakin sulit. Belum lagi margin (selisih kurs jual beli) dinar cenderung tetap yakni 4%, bandingkan dengan emas batangan yang meskipun memiliki kurs buyback yang sama, namun karena harga belinya yang berbeda (berdasarkan ukuran gram) membuat selisihnya berbeda-beda. Hal-hal tersebut lah yang mendasari saya untuk memilih dinar dibandingkan emas batangan.
Ketika saya mulai memperkenalkan dan mengajak teman-teman
dekat saya untuk mulai memiliki emas, saya pun cukup dibuat kewalahan karena
mereka umumnya komplain bahwa nilai emas yang mereka punya terus menurun.
Menurut saya itulah salah satu resiko dari berinvestasi yang umumnya diabaikan
oleh hampir semua investor pemula. Mereka pada umumnya sama, yakni mengharapkan
keuntungan besar (high profit) dalam jangka waktu pendek.
Sementara ini, saya sudah berhenti menabung dinar karena
kini saya fokus belajar berinvestasi di reksadana. Pengalaman berinvestasi di
reksadana akan saya tampilkan dalam tulisan saya berikutnya.